Anne Phillips di dalam bukunya The Politics of Presence: The Political
Representation of Gender, Ethnicity and Race, menegaskan salah satu perdebatan yang paling sengit di
ranah demokrasi kontemporer masih
berkutat pada persoalan politik keterwakilan (political presence), dimana persoalannya adalah apakah
kelompok-kelompok yang kurang beruntung di masyarakat itu mendapat porsi
keterwakilan yang cukup adil.
Dalam
hal ini adalah sejauh mana kepercayaan dan preferensi publik tercermin di dalam
proses demokrasi itu. Dalam menafsirkan demokrasi, seharusnya tidak perlu
melihat siapa dan seperti apa individu yang mengucapkan atau menyampaikannya,
namun harus berubah menjadi apa (kebijakan, preferensi dan gagasan) yang mereka
wakili, di mana dalam melaksanakannya, harus memenuhi syarat akuntabilitas
kepada pada pemilih, dan apa yang disampaikan itu efektif serta mengandung
kebenaran. Politik gagasan, menurut Anne, telah membuka jalan bagi politik
kehadiran, di mana bagi kalangan yang sebelumnya tidak memiliki suara untuk
menyampaikan kepentingannya, akhirnya terlayani secara efektif melalui sistem
perwakilan. Sebagai contoh, kaum perempuan dan penduduk kulit hitam/ berwarna,
menginginkan keterwakilan yang lebih banyak dari kelompok mereka di dalam
parlemen legislatif, dan melihat seluruh kaum kulit putih dan politisi
laki-laki sebagai sebuah normalitas adalah masa lalu.
Anne Philips lebih tertuju kepada
siapa yang akan dan mampu mewakili kelompok-kelompok yang termarjinalkan tersebut.
Persoalan yang muncul kemudian, ketika ide-ide itu dibawa oleh kelompok yang dianggap mampu mewakili suara
marjinal tersebut, dan biasanya ide-ide itu dapat dengan mudah diselewengkan
oleh para wakil-wakil tersebut. Namun begitu, kaum demokrat yang ‘radikal’
tetap percaya bahwa prinsip keterwakilan itu masih dimungkinkan, lewat apa yang
mereka sebut sebagai keterwakilan bayangan yang dapat menjamin semua kepentingan diajukan secara layak.
Kritik kemudian muncul terhadap
prinsip keterwakilan bayangan,
sebagaimana dilansir oleh Hanna Pitkin. Penekanan berlebihan atas siapa yang
menjadi wakil kita diparlemen, akan
melupakan apa yang sebenarnya mereka lakukan disana. Apa yang dilakukan lebih
penting ketimbang karakterisitik mereka, terlebih pada pemahaman atas
kepentingan sebenarnya dari konstituen mereka. Kritik ini dijawab dengan
argument bahwa telah terjadi perubahan orientasi dalam demokrasi perwakilan,
dari “siapa” kepada “apa” (kebijakan,
ide-ide) yang mereka kerjakan, sehingga kualitas keterwakilan akhirnya
bergantung pada mekanisme pertanggung jawaban yang lebih ketat bagi para
politisi untuk berpihak pada opini dari mereka yang diwakilinya.
Namun
banyak pandangan yang kemudian masih membela gagasan demokrasi liberal, atau
keterwakilan bayangan ini, demi menentang gagasan pentingnya politik kehadiran.
Menurut para teroritis konvensional - dalam hal demokrasi keterwakilan - tidak
terlalu penting siapa dan jenis kelamin apa yang mengutarakan kepentingan dan
perhatian, serta bagaimana kepentingan itu dikalkulasi dan kemudian dirumuskan,
yang penting adalah segala keputusan yang muncul mewakili dan memperhatikan
kepentingan dari seluruh publik.
Dan
inilah yang kemudian menjadi tugas Anne, untuk mengemukakan seperti apa
pentingnya politik kehadiran dan menjawab seluruh keberatan terhadap gagasan
tersebut. Menurut Anne, kehadiran adalah penting dan sangat direkomendasikan,
namun hal itu tidak mencukupi, karena akuntabilitas dari keterwakilan harus
didampingi oleh peningkatan jumlah perempuan dan kelompok minoritas yang
terpilih di parlemen.
Hal inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai
reformasi dalam bentuk system kuota yang kemudian diadopsi oleh sejumlah besar
partai-partai politik di Eropa, atau pun di tata ulang kembalinya
batasan-batasan atas konsitituen kulit hitam untuk meningkatkan politisi kulit
hitam yang terpilih di USA. Tuntutan saat ini bagi keterwakilan politik
kebanyakan muncul dari gerakan-gerakan sosial baru. Hal inilah yang membedakan
dengan gerakan terdahulu, karena sepanjang kelas sosial dipandang sebagai
ketidak setaraan sosial, maka pembagiannya menjadi lebih mudah: posisi liberal
atau sosialis. Sekali perhatian berpindah untuk membentuk perbedaan kelompok
yang tidak menyetujui penghapusan, alternative yang muncul tak lagi masuk akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..