Rabu, 25 April 2012

Manon Tremblay (eds), Women and Legislative Representation: Electoral System, Political Parties and Sex Quotas” Palgrave Macmilan


Pada awal tahun 2007, 17,2 persen dari seluruh anggota majelis rendah atau tunggal dari beberapa parlemen di 190 negara  adalah perempuan. dengan demikian, wanita berbagi kursi di parlemen masih sangat jauh lebih rendah yang diperlukan untuk kesetaraan antara kedua jenis kelamin. Angka-angka Inter-Parliamentary Union juga menunjukkan bahwa banyak negara yang menggunakan sistem PR hanya mencapai proporsi sederhana anggota legislatif perempuan dan, apalagi, bahwa negara-negara seperti banyak mengungguli oleh mereka dengan sistem mayoritas. Selain itu, semakin banyak sarjana berpendapat bahwa studi sebelumnya mungkin telah membesar-besarkan sejauh mana sistem pemungutan suara dapat mempromosikan atau menghalangi pencapaian kehadiran substansial perempuan di parlemen.
Tujuan menyeluruh Women and Legislative Representation: Electoral System, Political Parties and Sex Quotas adalah untuk memeriksa efek dari sistem voting pada proporsi perempuan dalam parlemen nasional, sementara juga memperhitungkan peran variabel lain (budaya, sosial ekonomi, dan politik).
Perempuan dan representasi legislatif mengejar tiga tujuan sekunder. Pertama, pekerjaan bertujuan untuk menilai dan mengeksplorasi pendapat bahwa sistem PR mendukung perempuan masuk ke parlemen. Gagasan ini secara luas diambil untuk diberikan dalam karya-karya mempelajari pemilihan perempuan dalam politik. Pemeriksaan kritis melibatkan mengidentifikasi dan mengevaluasi validitas efek yang bisa membuat semacam hubungan, seperti hipotesis bahwa menutup daftar mendorong pemilihan perempuan. Hal ini juga mengharuskan kita untuk menilai wajar argumen bahwa mayoritas sistem voting tidak mendukung pemilihan perempuan.
Kedua, Perempuan dan representasi legislatif bertujuan untuk mengevaluasi peran variabel lain - budaya, sosial ekonomi, dan politik - dalam pemilihan perempuan untuk kursi parlemen, dengan perhatian khusus pada kedua partai politik dan kuota. Tujuan sekunder ini mengeksplorasi ide bahwa sistem voting tidak otomatis menentukan proporsi perempuan di parlemen, tetapi mereka memberikan kontribusi untuk menentukan hal itu, meskipun dalam kombinasi dengan faktor-faktor lain, terutama partai politik permintaan untuk kandidat dan kuota seks. Jika sistem suara perhatian persaingan antar partai, itu adalah partai politik yang bertanggung jawab untuk kompetisi antar partai. Selanjutnya, ketika benar dirancang dan dilaksanakan, kuota (hukum dan kuota partai) mungkin memainkan peran kunci dalam feminisasi di arena parlemen. Yang ketiga yaitu menyajikan studi kasus yang relevan.
Keterwakilan perempuan dalam parlemen sendiri tak dapat dilepaskan dari konsep tentang perwakilan dalam politik. Mengacu pada hasil studi dari Pitkin di tahun 1967, Manon membedakan empat makna dari keterwakilan politik, mulai dari yang bersifat simbolik, formal, deskriptif hingga substanstif. Bagaimana perempuan memperoleh keterwakilan secara signifikan dalam parlemen, menurut Manon akan terungkap dari makna  keterwakilan mana yang dipilih suatu Negara. Dari keempat makna keterwakilan tersebut, keterpilihan perempuan secara normative merupakan hal yang menjadi tuntutan mendasar dan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari makna keterwakilan politik. Misalnya, jika dalam pandangan makna deskriptif sebuah lembaga legislatif dikatakan sudah representatif jika menampilkan miniatur dari model masyarakatnya, maka proporsi kehadiran perempuan dalam parlemen akan dianggap sebagai indikator dari kualitas representasi politik Negara yang bersangkutan.
Hal yang juga kemudian turut menentukan keterpilihan perempuan adalah system pemilihan (electoral system) dianut, dan hal ini menyangkut makna perwakilan secara formal. Ada 3 tipe mendasar dari sistem pemilihan yang dipraktekkan di dunia ini: majoritarian system, system representasi proporsional (PR), atau system campuran (MM). Ada fenomena dimana lebih  sedikitnya tingkat  keterwakilan perempuan akibat system mayoritas dibandingkan system PR. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik system ini. Pada sistem mayoritas tunggal, hanya satu nama kandidat yang dicantumkan oleh system ini, dibandingkan system PR yang mencantumkan sejumlah nama. Satu nama yang dicantumkan ini, diutamakan mereka yang dianggap paling dapat diterima, dan rata-rata, bukan perempuan. Jika PR dianggap lebih kondusif terhadap kandidat perempuan, yang perlu diingat, polanya tidak lah universal. Meski diakui, sejumlah karakteristik system ini jauh lebih kondusif bagi keterwakilan perempuan di parlemen, seperti besaran dari distrik pemilihan (district magnitude) yang memperbesar peluang perempuan memasuki parlemen.
Meski berbagai studi menunjukkan bahwa system PR menghasilkan keterpilihan perempuan yang lebih besar di parlemen, sejumlah studi yang lain juga memperlihatkan pandangan yang lebih kompleks tentang asosiasi antara system tersebut dengan keberadaan perempuan yang lebih substansial di parlemen. Oleh karena itu, penjelasan tentang system pemilihan saja tidak mencukupi. Sejumlah studi berikutnya memperlihat kan bahwa keterlibatan perempuan di arena politik juga ditentukan oleh faktor-faktor kultural, sosioekonomi dan politik, yang saling berinteraksi untuk menciptakan dinamika keterpilihan perempuan.
Faktor kultural memperlihatkan sejumlah indikator seperti nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang mendasari tindakan masyarakat dan secara khusus nilai agama, pendidikan dan pandangan gender diasumsikan berpengaruh besar terhadap keterlibatan perempuan di parlemen. Faktor sosio ekonomi dianggap memiliki asumsi positif; semakin tinggi tingkat sosio ekonomi perempuan, maka semakin tinggi pula keterpilihan perempuan di parlemen, Sementara faktor politik berpijak pada dua dimensi yang menentukan: hak politik kaum perempuan dan rejim politik yang berlangsung, dimana dimensi kedua inilah yang justru lebih menarik minat para peneliti ketimbang yang pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..