Rabu, 25 April 2012

David Marsh & Gerry Stoker, Theory and Methods in Political Science, Bandung: Nusa Media, 2010


Menurut David Marsh & Gerry Stoker dalam Theory and Methods in Political Science feminisme muncul sebagai suatu gerakan dan himpunan gagasan yang ditunjukan untuk meningkatkan status dan kekuasaan perempuan. Ia mempertanyakan hubungan kekuasaan antara  laki-laki dan perempuan, yang secara konvensional dipertahankan sebagai “hal  yang alami”.
Aliran-aliran dalam Feminisme: Pertama, Feminisme Liberal cendeung dibangun diatas banyak asumsi dari pemikiran liberal yang ada, dengan penekanannya pada individu, rasionalitas, pembedaan privat-publik, serta bisa diperbaruinya institusi. Kedua, Feminisme Marxis dibangun diatas premis-premis Marxisme, yang berdasarkan teks-teks klasik yang menunjukkan bagaimana penindasan perempuan dalam satu segi adalah fungsional bagi kapitalisme. Ketiga, Feminisme Radikal dalam segi intelektual aliran ini merintis jalan dengan tanpa kompromi mengidentifikasi bahwa perang jenis kelamin adalah perjuangan politik yang paling dasar, dan karena itu membersihkan suatu ruang vital bagi analisis tentang mekanisme kekuasaan laki-laki atau patriarki dan perbedaan medan pertempuran yang harus diperjuangkan.
Berdasarkan perhatian sentral terhadap relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, bahwa feminisme harus mempunyai relevansi paling besar terhadap bagaimana berpikir dan menganalisis politik, yang akan mengkaji beberapa potensi implikasi utama dari berbagai cabang feminisme dan pada saat bersamaan menjelaskan lebih spesifik tentang cara feminisme diterapkan dalam praktik. Ada berbagai tahap dalam proses ini meski tahap-tahap ini tidak selalu bisa dibedakan secara kronologis, Pertama, melontarkan kritik tentang ilmu politik laki-laki karena peminggiran perempuan sebagai aktor politik. Kedua, menambahkan perempuan didalam dan membawakan penyelidikan yang jauh lebih sitematis tentang sejauh mana kurang terwakilinya perempuan dan penyebab institusional maupun non-institusionalnya. Ketiga, memunculkan pertanyaan lebih fundamental tentang disiplin ilmunya, tentang keterbatasan karakteristik metodologis yang digunakan dalam politik, tentang cara politik dikonseptualisasikan dan tentang karakter institusi dan proses politik yang bernuansa gender.
  Feminisme telah menantang berbagai cara tradisonal dalam mengkonseptualisasi politik, dan politis. Feminisme terbagi-bagi dari permulaan tentang seberapa jauh keterlibatan mereka dalam institusi politik mainstream. Feminisme Radikal dan Marxis cenderung melukiskan diri mereka sebagai feminis revolusioner, sedangkan feminisme liberal sebagi reformis. Feminisme liberal sejak lama cenderung memakai kerangka yang telah ada tentang istitusi pemerintahan dan asumsi terhadap kepercayaan. Feminisme marxis meski menolak konsepsi liberal, dengan sangat kurang kritis menerima konsepsi politik marxis yang menyamakannya dengan perjuangan kelas. Feminisme radikal mempertanyakan pemahaman konvensional tentang lingkup dan hakikat publik, menolak atau mendukung pembedaan antara ranah publik dan privat, dan menyoroti menyebar luasnya peran kekuasaan laki-laki atau patriarki dan karakter maskulin dari institusi politik mainstream.
Banyak yang mengatakan bahwa feminisme semata-mata ideologi yang mendorong gerakan sosial untuk memperjuangkan status perempuan, artinya sifatnya sangat politis dan tidak akademis. Karena sifat politisnya maka feminisme dianggap sebagai sebuah “cara pandang” atau perspektif yang sangat berpihak pada perempuan, sangat subjektif, berlawanan dengan syarat ilmu pengetahuan yang diakui selama ini: objektivitas. Kritik terhadap feminisme kemudian muncul dengan argumen, “teori feminis hanya dapat digunakan oleh perempuan feminis. Laki-laki dan perempuan yang tidak feminis tidak dapat menggunakannya.”
Masalah gender sebenarnya bukan merupakan masalah (termasuk  di Indonesia) sepanjang tidak melahirkan  ketidak-adilan. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang, ternyata banyak dari perbedaan ini melahirkan berbagai ketidak-adilan, baik bagi  kaum pria  dan terutama bagi kaum wanita. Oleh karenanya semua orang  perlu lebih serius memikirkannya. Apalagi kalau disadari bahwa  keti­dakadilan gender sangat mungkin terdapat dalam sistem dan  struk­tur di mana baik kaum pria maupun kaum wanita menjadi korban dari sistem tersebut tanpa mampu berbuat apa-apa. Pada  tataran  inilah sebaiknya kaum pria  dan  wanita  Indonesia memusatkan perhatiannya, agar tidak terjebak dengan pandangan dan opini kaum mereka masing-masing, yang selama ini sudah  terbukti tidak menyelesaikan  masalah tetapi bahkan  menimbulkan  masalah baru.
Apa yang dilakukan feminis bukanlah suatu ‘perimbangan negatif’ dari apa yang telah dilakukan laki-laki. Feminis memberi sumbangan positif bagi ilmu pengetahuan mutakhir dengan menyelidiki sejarah pengetahuan yang tidak melibatkan perempuan – pengetahuan yang  hanya membuat kehidupan perempuan menjadi lebih sulit. Dalam mengatasi hal ini, feminisme mengembangkan strategi metodologi untuk tidak memisahkan teori dan praktek dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selain hidup sebagai sebuah metodologi, feminisme juga menjadi gerakan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..