Menurut David Marsh & Gerry Stoker dalam Theory and
Methods in Political Science feminisme muncul sebagai suatu gerakan dan
himpunan gagasan yang ditunjukan untuk meningkatkan status dan kekuasaan
perempuan. Ia mempertanyakan hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, yang secara
konvensional dipertahankan sebagai “hal
yang alami”.
Aliran-aliran dalam Feminisme: Pertama, Feminisme Liberal cendeung dibangun diatas banyak asumsi
dari pemikiran liberal yang ada, dengan penekanannya pada individu, rasionalitas,
pembedaan privat-publik, serta bisa diperbaruinya institusi. Kedua, Feminisme Marxis dibangun diatas
premis-premis Marxisme, yang berdasarkan teks-teks klasik yang menunjukkan
bagaimana penindasan perempuan dalam satu segi adalah fungsional bagi kapitalisme.
Ketiga, Feminisme Radikal dalam segi
intelektual aliran ini merintis jalan dengan tanpa kompromi mengidentifikasi
bahwa perang jenis kelamin adalah perjuangan politik yang paling dasar, dan
karena itu membersihkan suatu ruang vital bagi analisis tentang mekanisme
kekuasaan laki-laki atau patriarki dan perbedaan medan pertempuran yang harus
diperjuangkan.
Berdasarkan perhatian sentral terhadap relasi kekuasaan
antara perempuan dan laki-laki, bahwa feminisme harus mempunyai relevansi
paling besar terhadap bagaimana berpikir dan menganalisis politik, yang akan
mengkaji beberapa potensi implikasi utama dari berbagai cabang feminisme dan
pada saat bersamaan menjelaskan lebih spesifik tentang cara feminisme
diterapkan dalam praktik. Ada berbagai tahap dalam proses ini meski tahap-tahap
ini tidak selalu bisa dibedakan secara kronologis, Pertama, melontarkan kritik
tentang ilmu politik laki-laki karena peminggiran perempuan sebagai aktor
politik. Kedua, menambahkan perempuan didalam dan membawakan penyelidikan yang
jauh lebih sitematis tentang sejauh mana kurang terwakilinya perempuan dan
penyebab institusional maupun non-institusionalnya. Ketiga, memunculkan
pertanyaan lebih fundamental tentang disiplin ilmunya, tentang keterbatasan
karakteristik metodologis yang digunakan dalam politik, tentang cara politik
dikonseptualisasikan dan tentang karakter institusi dan proses politik yang
bernuansa gender.
Feminisme telah
menantang berbagai cara tradisonal dalam mengkonseptualisasi politik, dan
politis. Feminisme terbagi-bagi dari permulaan tentang seberapa jauh
keterlibatan mereka dalam institusi politik mainstream. Feminisme Radikal dan
Marxis cenderung melukiskan diri mereka sebagai feminis revolusioner, sedangkan
feminisme liberal sebagi reformis. Feminisme liberal sejak lama cenderung
memakai kerangka yang telah ada tentang istitusi pemerintahan dan asumsi
terhadap kepercayaan. Feminisme marxis meski menolak konsepsi liberal, dengan
sangat kurang kritis menerima konsepsi politik marxis yang menyamakannya dengan
perjuangan kelas. Feminisme radikal mempertanyakan pemahaman konvensional
tentang lingkup dan hakikat publik, menolak atau mendukung pembedaan antara
ranah publik dan privat, dan menyoroti menyebar luasnya peran kekuasaan
laki-laki atau patriarki dan karakter maskulin dari institusi politik
mainstream.
Banyak yang mengatakan
bahwa feminisme semata-mata ideologi yang mendorong gerakan sosial untuk
memperjuangkan status perempuan, artinya sifatnya sangat politis dan tidak
akademis. Karena sifat politisnya maka feminisme dianggap sebagai sebuah “cara
pandang” atau perspektif yang sangat berpihak pada perempuan, sangat subjektif,
berlawanan dengan syarat ilmu pengetahuan yang diakui selama ini: objektivitas.
Kritik terhadap feminisme kemudian muncul dengan argumen, “teori feminis hanya
dapat digunakan oleh perempuan feminis. Laki-laki dan perempuan yang tidak
feminis tidak dapat menggunakannya.”
Masalah gender sebenarnya
bukan merupakan masalah (termasuk di Indonesia) sepanjang tidak
melahirkan ketidak-adilan. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang,
ternyata banyak dari perbedaan ini melahirkan berbagai ketidak-adilan, baik
bagi kaum pria dan terutama bagi kaum wanita. Oleh karenanya semua
orang perlu lebih serius memikirkannya. Apalagi kalau disadari bahwa ketidakadilan
gender sangat mungkin terdapat dalam sistem dan struktur di mana baik
kaum pria maupun kaum wanita menjadi korban dari sistem tersebut tanpa mampu
berbuat apa-apa. Pada tataran inilah sebaiknya kaum pria dan
wanita Indonesia memusatkan perhatiannya, agar tidak terjebak
dengan pandangan dan opini kaum mereka masing-masing, yang selama ini sudah
terbukti tidak menyelesaikan masalah tetapi bahkan
menimbulkan masalah baru.
Apa yang dilakukan feminis bukanlah suatu ‘perimbangan
negatif’ dari apa yang telah dilakukan laki-laki. Feminis memberi sumbangan
positif bagi ilmu pengetahuan mutakhir dengan menyelidiki sejarah pengetahuan
yang tidak melibatkan perempuan – pengetahuan yang hanya membuat kehidupan perempuan menjadi
lebih sulit. Dalam mengatasi hal ini, feminisme mengembangkan
strategi metodologi untuk tidak memisahkan teori dan praktek dalam ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, selain hidup sebagai sebuah metodologi, feminisme
juga menjadi gerakan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..