Selasa, 24 April 2012

Kewargaan Multikultural

Critical Review Buku Will Kymlicka, Kewargaan Multikultural (terjemahan: Edlina Hafmini Eddin) 
Pustaka LP3ES, 2003.

Kymlicka mengatakan bahwa salah satu mekanisme utama untuk mengakomodasi perbedaan kebudayaan dari minoritas bangsa ini adalah dengan perlindungan atas hak-hak sipil dan politik per orang. Namun demikian, beberapa bentuk perbedaan kebudayaan hanya dapat diakomodasi melalui kebijakan hukum atau konstitusional dan melangkahi batas-batas kewargaan umum. Beberapa bentuk perbedaan kelompok hanya dapat diakomodasi apabila para anggotanya mempunyai hak spesifik kelompok. Dalam membicarakan hak spesifik kelompok, Kymlicka membedakannya dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Hak atas pemerintahan sendiri
Unsur bangsa cenderung menuntut bentuk otonomi politik atau yurisdiksi wilayah agar dapat memastikan pengembangan yang bebas dan penuh dari kebudayaan mereka dan kepentingan rakyatnya. Pada tingkat ekstrem, separatisme oleh suatu bangsa dimungkinkan apabila mereka berpikir bahwa penentuan nasib sendiri itu tidak mungkin di dalam negara yang lebih besar. Dalam Piagam PBB, ditegaskan bahwa semua rakyat mempunyai hak akan penentuan nasib sendiri namun demikian, PBB tidak mendefinisikan sejauh mana kata “rakyat” memiliki arti atau batasan dan telah diberlakukan secara umum bahwa prinsip penentuan nasib sendiri diberikan hanya kepada bangsa jajahan di luar negeri, bukan bagi minoritas kebangsaan dalam satu negara.
2. Hak-hak polietnis
Beberapa kelompok etnis dan minoritas agama telah menuntut berbagai bentuk pendanaan publik untuk praktik-praktik kebudayaan mereka. Hal itu termasuk pendanaan asosiasi kebudayaan, majalah, dan festival. Mungkin tuntutan yang paling kontroversial dari kelompok etnis adalah pengecualian dari undang-undang dan peraturan yang merugikan mereka, berkaitan dengan praktik-praktik keagamaan mereka. Kebijakan-kebijakan khusus kelompok itu dimaksudkan untuk membantu kelompok etnis dan minoritas agama untuk menyatakan kekhasan budayanya dan harga diri tanpa menghalangi keberhasilan mereka dalam hal ekonomi dan politik dari masyarakat dominan. Seperti halnya hak atas pemerintahan sendiri, hak polietnis itu tidak dipandang sebagai hak sementara karena perbedaan budaya yang dilindungi oleh mereka tidaklah merupakan sesuatu yang ingin dihilangkan.
3. Hak perwakilan khusus
Terdapat kekhawatiran bahwa bahwa proses politik kurang terwakili atau gagal dalam mencerminkan keragaman penduduk. Para anggota legislatif kebanyakan didominasi oleh kelas menengah dan dalam hal dunia barat, oleh pria berkulit putih. Padahal, proses  yang lebih terwakili seharusnya menyertakan anggota dari minoritas etnis dan ras, perempuan, orang miskin, penyandang cacat, dan lain-lain. Keterwakilan yang kurang dari kelompok-kelompok yang dirugikan merupakan fenomena yang umum
Ketiga jenis hak spesifik  tersebut dapat dituntut secara bersamaan oleh satu kelompok, sehingga setiap kelompok dapat menuntut lebih dari satu macam hak. Misalnya masyarakat asli dapat menuntut perwakilan khusus di pemerintahan pusat, atas nama kedudukan mereka yang dirugikan dan juga berbagai kekuasaan untuk pemerintahan sendiri, atas nama status mereka sebagai rakyat atau bangsa. Tetapi hak-hak tersebut tidak disandingkan secara bersama-sama, misalnya apabila satu kelompok dapat mencari perwakilan khusus, tetapi tidak mempunyai dasar untuk hak-hak pemerintahan sendiri atau hak polietnis.
Di Indonesia tuntutan-tuntutan dari kelompok-kelompok minoritas itu sudah sering dikemukakan. Seperti dalam kasus di Aceh, gerakan sparatis GAM yang menuntut  pemerintahan sendiri atas wilayah mereka, ketidak puasan akan pemerintahan pusat yang bermula dari merasa ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Aceh dikenal sebagai daerah yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah tapi penduduk disana miskin. Oleh karena itu muncullah gerakan sparatis yang ingin menuntut merdeka.
 Salah satu mekanisme untuk mengakui tuntutan akan pemerintahan sendiri adalah melalui federalisme, yang membagi-bagi kekuasaan antara pemerintahan pusat dan sub-unit regional (provinsi, negara bagian/kanton atau daerah). Apabila minoritas kebangsaan terkonsentrasi secara regional, batas-batas federal dapat ditarik sehingga minoritas kebangsaan dapat membentuk suatu mayoritas di dalam satu daerah. Dalam keadaan semacam itu, maka otomatis federalisme dapat memberikan pemerintahan sendiri bagi minoritas bangsa, yang menjamin kemampuannya untuk mengambil keputusan di bidang-bidang tertentu tanpa dikalahkan oleh masyarakat yang lebih besar.
Setelah perjanjian damai yang tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 agustus 2005 maka pengakuan Negara atas Keistimewaan dan Kekhususan daerah Aceh tertulis dalam UU no 11 thn 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ini juga merupakan bentuk rekonsiliasi menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh.
Karena penduduk Aceh merupakan mayoritas muslim, dan berdasarkan keistimewaannya maka penduduk Aceh menuntut hak polietnis, yaitu diberlakukannya syariat Islam. Dimana pemberlakuan syariat Islam ini merupakan sebuah pengecualian terhadap UUD 45 yang berlaku di Indonesia. Dengan diberlakukannya syariat islam ini maka masyarakat Aceh dapat menjalankan praktik-praktik keagamaan mereka, tanpa takut melanggar hukum atau undang-undang di Indonesia.
Dalam proses politik tuntutan agar dapat terpenuhinya Hak perwakilan khusus dari masyarakat Aceh, dalam UU pemerintahan Aceh, masyarakat aceh dapat membentuk partai lokal. Dengan dapat dibentuknya partai lokal ini diharapkan partai  politik benar-benar dapat mewakili kepentingan rakyat dan mencerminkan keragaman penduduk. Keberadaan partai lokal ini diharapkan dapat mewakili semua kelompok lapisan dari masyarakat aceh. Karena dengan di perbolehkannya membentuk partai lokal maka penduduk aceh dapat membentuk partai berdasarkan agama, adat istiadat, kelompok-kelompok tertentu yang berdasarkan latar yang bermacam-macam, sehingga diharapkan partai-partai itu dapat mewakili aspirasi yang diwakilinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..