Carol Lee Bacchi di dalam bukunya The Politics of Affirmative Action:
’Women’Equality and Category Politics, menjelaskan
mengenai affirmative action, tindakan-tindakan yang dilakukan dalam mencapai
affirmative action. Secara spesifik dalam bab ini memperlihatkan posisi
perempuan dalam perdebatan mengenai affirmative
action.
Tindakan
afirmatif, yang dimulai pertama kali dari Amerika Serikat, merujuk pada
sejumlah program yang mengarah pada sekelompok sasaran dalam kerangka
meningkatkan kesetaraan mereka. Selanjutnya tujuan program ini terbagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu kebijakan-kebijakan untuk menyamakan komposisi di
dunia kerja, dan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan keterwakilan kelompok
tersebut di lembaga-lembaga publik, partai politik dan lembaga-lembaga
pendidikan. Terdapat penekanan dalam kelompok pertama, tentang tindakan
afirmatif di dunia kerja, sebagai sebagai upaya untuk mendorong keterlibatan
perempuan lebih jauh ke dalam pekerjaan non-tradisional, yang umumnya
dikerjakan oleh laki-laki, serta meningkatkan akses ke jabatan dan upah/ gaji
yang lebih tinggi.
Tujuan dari program affirmative action adalah untuk
menguatkan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan nontradisional, yaitu pekerjaan
yang secara tradisional dikerjakan oleh laki-laki, dan untuk meningkatkan akses
mereka pada posisi-posisi yang mendapatkan upah dan status lebih tinggi. Ini
berarti hilangnya praktek kursus pelatihan, review bagi prosedur personel untuk
mengeluarkan kelompok-kelompok yang didasarkan pada praktek diskriminasi,
setting untuk mencapai keterwakilan sesuai dengan kelompok yang dituju, dan
paling kontroversial yaitu mentargetkan perekrutan, mempromosikan, terkadang
dengan kuota.
Untuk itu, muncul dua jenis program, yaitu
program “lunak“ atau “halus“, dan program “keras“ atau “kuat“. Program pertama
merujuk pada program yang meningkatkan kemungkinan disewa atau dikontrak,
ditunjuk hingga dipromosikannya anggota-anggota dari kelompok yang kurang atau
tidak memiliki hak keterwakilan. Termasuk di dalamnya inisiatif terhadap
program-program kebijakan rekrutmen atau pelatihan, kajian atas prosedur
evaluasi untuk menghapus praktik diskriminasi, hingga pengaturan tujuan untuk
meningkatkan keterwakilan dari kelompok sasaran. Reformasi lunak ini termasuk
di dalamnya upaya untuk menghapuskan halangan struktural yang akan berdampak
pada kelompok tertentu, dan juga strategi, misalnya di dalam skema pelatihan,
demi perluasan efektifitas kompetisi pada kelompok yang dianggap tidak
menguntungkan.
Sementara program kedua merujuk pada kebijakan-kebijakan yang
mengkhususkan pada anggota-anggota kelompok kurang terwakili yang terhitung di
dalam penunjukkan atau promosi kandidat di ranah publik ataupun politik. Carol
menyebut program yang kedua ini sebagai penunjukan terarah (targeted hiring) atau promosi terarah (targeted promotion), daripada penunjukan
atau promosi khusus/ istimewa (preferential
hiring/ promotion). Hasil akhirnya yang diharapkan adalah keberadaan
perwakilan dari kelompok tersebut di dalam akses terhadap pekerjaan dan posisi
yang berpengaruh. Salah satu cara yang paling kontroversial, adalah penunjukan/
promosi/ kontrak terarah yang bisa dilakukan misalnya dengan sistem kuota.
Affirmative
action harus dipahami
sebagai respon dari kurangnya undang-undang antidiskriminasi. Biasanya hal ini
diklaim sebagai reaksi dari kebijakan antidiskriminasi dan besarnya komplain
dari individu. Affirmative action,
dideskripsikan sebagai intervensi proaktif dalam menciptakan lingkungan
non-diskriminasi. Ini berarti affirmative action dilakukan dengan
tindakan-tindakan antidiskriminatif dan dengan tidak adanya pembatasan dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut.
Asumsi dasar disini adalah aturan
masyarakat secara umum berfungsi setara, tetapi pada beberapa sikap yang tidak
setara atau disebut diskriminasi maka diperlukan intervensi. Besaran intervensi
adalah dengan meminimalkan melalui sikap eksplisit atau implisit dair publik
dan private. Margaret Thornton mendeskripsikan pelaksanaan dari dikotomi
publik/private dalam undang-undang diskriminasi membingungkan karena terdapat
garis demarkasi antara sektor publik atau privat.
Salah
satu target dari affirmative action adalah
kuota. Untuk memberikan kuota. Kuota diberikan dengan memperkerjakan sorang
tanpa kualifikasi yang sesuai, sejumlah feminis berpendapat seharusnya hanya
perempuan yang berkualitas yang mengisi pekerjaan atau jabatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Boleh mengambil isi tulisan ini, tapi hargailah kekayaan intelektual penulis dengan mencantumkan nama penulis". Admin..